Toxic Positivity-Manis di Telinga, Sakit di Hati !
Ditulis di hari Selasa, 30 Juni 2020 saat sedang beristirahat dari yang namanya social media karena suntuknya kehidupan. Saat orang-orang diluar sana sibuk me-New Normalkan kehidupan dari Corona, dan diruang sempit yang sudah hampir 4 tahun menjadi tempat berteduh, hamba mencoba berteman walau tak akan akrab dengan kecemasan dan kegelisahan, masalah, dan rumitnya jalan hidup yang nanti juga akan segera selesai dan segera diganti masalah baru lagi, ya seperti itu siklus hidup. (semua orang)
Matematika adalah kepastian yang rumit sebagai pelajaran, tapi saat ini rumusnya akan mengawali topik tulisan ini, semua orang belajar + tambah + = +, + kali + = +, + bagi + = +. Berangkat dari pengalaman pribadi, apa yang kebanyakan terjadi justru rumus pengurangan, saat + kurang + jawabannya tidak selalu + bisa juga -. Ya kira-kira analogi hidup ini seperti rumus itu. Sederhananya tidak semua hal positif bisa menghasilkan hal yang positif. Hal simple yang juga rumit ini bisa dirasakan sendiri ditengah kehidupan sosial kita, bahwa kepribadian tiap orang berbeda, sekalipun niatmu mungkin baik namun perlu kamu ketahui bahwa tidak semua orang dapat menyelesaikan masalahnya seperti bagaimana caramu menyelesaikannya. Mungkin saat kamu mendengarnya kamu berpikir itu mudah dan setidaknya kata-kata positifmu akan sangat membantu, oke aku akan mewakili "mereka" untuk sampaikan terima kasih.
Tapi satu rahasia yang ingin kubocorkan disini bahwa tidak semua orang yang cerita atau curhat mengingankan solusi dari pendengarnya, apa kamu paham ? sebenarnya "mereka" hanya ingin didengar dan senangnya kamu dipilih dari mungkin sekian banyak orang yang mereka coba dekati untuk menjadi "pendengar" mereka. Tak perlu untaikan kata manis atau solusi yang juga membuat rumit otakmu, hanya waktumu dan telingamu atau bahkan ketulusan hatimu untuk sekedar berbagi karena kamu tentu paham bagaimana rasanya "lega" walaupun masalah yang dihadapi mungkin belum terselesaikan, tak apa-apa percayalah kehadiranmu lebih dari cukup.
Psychology Today menjelaskan, ungkapan "Toxic Positivity" mengacu pada konsep bahwa seseorang hanya berfokus pada hal-hal positif namun menolak apa pun yang dapat memicu emosi negatif. Dikutip pula dari artikel milik youngontop, menurut seorang psikoterapis dari Amerika, Jennifer Howard Ph.D, nasihat yang bertujuan untuk mengajak seseorang berpikir positif justru akan membuat seseorang merasa takut, sedih, sakit dan merasa sendiri. Usaha untuk mengajak seseorang berpikir positif sehingga tidak realistis justru akan menjadi racun dan palsu.
Seiring berkembangnya zaman, rasanya jiwa-jiwa setiap manusia juga rentan terluka dan sakit, entahlah ini benar atau tidak (hanya anggapan). Daripada terluka dengan kata-kata "Stay Positive" akan lebih ringan kalau setiap kita mau menerima segala bentuk dan wujud diri kita, perasaan kita (bahagia,sedih,cemas,kuatir dan lain-lain). ini juga bukan hal yang mudah namun ini akan lebih baik untuk memproses bagaimana kita bertindak. Bukan berarti saat kita lemah, merasa kekurangan, cemas dan sedih maka kita akan menjadi orang yang buruk.
Hei, sekarang yang lebih trend itu adalah "It's Okay To Not Be Okay" bagiku pribadi ini punya makna yang dalam bagi setiap kita yang sedang mengalaminya. Belajarlah untuk pelan-pelan menerima kekurangan yang ada, belajar untuk hidup dalam realita bukan ekspektasi, jangan bergantung pada siapapun karena perubahan datang dari diri sendiri. Kadang kekecewaan ada karena kita terlalu banyak menaruh harapan bukan pada diri sendiri tapi orang lain sehingga, saat orang yang kita percaya atau harapkan tidak melakukan apa yang kita harapkan itu justru menumbuhkan banyak luka.
Jadi, pelan-pelan saja, tak perlu buru-buru. Masa-masa sulit ini harus dimenangi ! dan ingatlah siklus hidup memang seperti ini. Saat kita berhasil, jangan lengah karena akan ada yang lebih berat, tapi cobalah mencatat, menghitung dan ingat selalu sudah berapa banyak masalah, persoalan dan kesulitan yang kamu hadapi, jadi kalau ada yang hal yang memberatkan hidupmu bahkan terasa lebih berat dari sebelumnya. Coba atur pernapasanmu itu senjata awalmu, dan pelan-pelan saja sambil ikuti apa kata hatimu sambil selaraskan dengan logikamu. Saran orang lain memang dapat membantumu, namun ingat dan bedakan mana yang harus diproses. Jangan terbuai dengan "Toxic Positivity". Kamu sudah diingatkan disini, sekarang jadilah dirimu sendiri !
Matematika adalah kepastian yang rumit sebagai pelajaran, tapi saat ini rumusnya akan mengawali topik tulisan ini, semua orang belajar + tambah + = +, + kali + = +, + bagi + = +. Berangkat dari pengalaman pribadi, apa yang kebanyakan terjadi justru rumus pengurangan, saat + kurang + jawabannya tidak selalu + bisa juga -. Ya kira-kira analogi hidup ini seperti rumus itu. Sederhananya tidak semua hal positif bisa menghasilkan hal yang positif. Hal simple yang juga rumit ini bisa dirasakan sendiri ditengah kehidupan sosial kita, bahwa kepribadian tiap orang berbeda, sekalipun niatmu mungkin baik namun perlu kamu ketahui bahwa tidak semua orang dapat menyelesaikan masalahnya seperti bagaimana caramu menyelesaikannya. Mungkin saat kamu mendengarnya kamu berpikir itu mudah dan setidaknya kata-kata positifmu akan sangat membantu, oke aku akan mewakili "mereka" untuk sampaikan terima kasih.
Tapi satu rahasia yang ingin kubocorkan disini bahwa tidak semua orang yang cerita atau curhat mengingankan solusi dari pendengarnya, apa kamu paham ? sebenarnya "mereka" hanya ingin didengar dan senangnya kamu dipilih dari mungkin sekian banyak orang yang mereka coba dekati untuk menjadi "pendengar" mereka. Tak perlu untaikan kata manis atau solusi yang juga membuat rumit otakmu, hanya waktumu dan telingamu atau bahkan ketulusan hatimu untuk sekedar berbagi karena kamu tentu paham bagaimana rasanya "lega" walaupun masalah yang dihadapi mungkin belum terselesaikan, tak apa-apa percayalah kehadiranmu lebih dari cukup.
Psychology Today menjelaskan, ungkapan "Toxic Positivity" mengacu pada konsep bahwa seseorang hanya berfokus pada hal-hal positif namun menolak apa pun yang dapat memicu emosi negatif. Dikutip pula dari artikel milik youngontop, menurut seorang psikoterapis dari Amerika, Jennifer Howard Ph.D, nasihat yang bertujuan untuk mengajak seseorang berpikir positif justru akan membuat seseorang merasa takut, sedih, sakit dan merasa sendiri. Usaha untuk mengajak seseorang berpikir positif sehingga tidak realistis justru akan menjadi racun dan palsu.
Seiring berkembangnya zaman, rasanya jiwa-jiwa setiap manusia juga rentan terluka dan sakit, entahlah ini benar atau tidak (hanya anggapan). Daripada terluka dengan kata-kata "Stay Positive" akan lebih ringan kalau setiap kita mau menerima segala bentuk dan wujud diri kita, perasaan kita (bahagia,sedih,cemas,kuatir dan lain-lain). ini juga bukan hal yang mudah namun ini akan lebih baik untuk memproses bagaimana kita bertindak. Bukan berarti saat kita lemah, merasa kekurangan, cemas dan sedih maka kita akan menjadi orang yang buruk.
Hei, sekarang yang lebih trend itu adalah "It's Okay To Not Be Okay" bagiku pribadi ini punya makna yang dalam bagi setiap kita yang sedang mengalaminya. Belajarlah untuk pelan-pelan menerima kekurangan yang ada, belajar untuk hidup dalam realita bukan ekspektasi, jangan bergantung pada siapapun karena perubahan datang dari diri sendiri. Kadang kekecewaan ada karena kita terlalu banyak menaruh harapan bukan pada diri sendiri tapi orang lain sehingga, saat orang yang kita percaya atau harapkan tidak melakukan apa yang kita harapkan itu justru menumbuhkan banyak luka.
Jadi, pelan-pelan saja, tak perlu buru-buru. Masa-masa sulit ini harus dimenangi ! dan ingatlah siklus hidup memang seperti ini. Saat kita berhasil, jangan lengah karena akan ada yang lebih berat, tapi cobalah mencatat, menghitung dan ingat selalu sudah berapa banyak masalah, persoalan dan kesulitan yang kamu hadapi, jadi kalau ada yang hal yang memberatkan hidupmu bahkan terasa lebih berat dari sebelumnya. Coba atur pernapasanmu itu senjata awalmu, dan pelan-pelan saja sambil ikuti apa kata hatimu sambil selaraskan dengan logikamu. Saran orang lain memang dapat membantumu, namun ingat dan bedakan mana yang harus diproses. Jangan terbuai dengan "Toxic Positivity". Kamu sudah diingatkan disini, sekarang jadilah dirimu sendiri !
30 Juni 2020
Komentar
Posting Komentar